Minggu, 12 Oktober 2014

LAPORAN PENDAHULUAN ARTRITIS REUMATOID



BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
      Mobilitas dan aktivitas adalah hal yang vital bagi kesehatan total lansia sehingga perawat harus banyak memiliki pengetahuan dalam pengkajian dan intervensi muskuloskeletal. Perawat memainkan dua peranan penting. Pertama, mempraktikkan promosi kesehatan jauh sebelum berusia 65 tahun dapat menunda dan memperkecil efek degeneratif dari penuaan. Penyakit muskuloskeletal bukan merupakan konsekuensi penuaan yang tidak dapat dihindari dan karenanya harus dianggap sebagai suatu proses penyakit spesifik, tidak hanya sebagai akibat dari penuaan.
      Artritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit otoimun sistemik yang menyebabkan peradangan pada sendi. Penyakit ini ditandai oleh peradangan sinovium yang menetap, suatu sinovitis proliferatifa kronik non spesifik. Dengan berjalannya waktu, dapat terjadi erosi tulang, destruksi (kehancuran) rawan sendi dan kerusakan total sendi.
      Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar luas di seluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik.Prevalensi Artritis Reumatoid adalah sekitar 1 persen populasi (berkisar antara 0,3 sampai 2,1 persen). Artritis Reumatoid lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita dan pria sebesar 3 : 1.7 Perbandingan ini mencapai  5:1 pada wanita dalam usia subur.Artritis Reumatoid menyerang 2,1 juta orang Amerika, yang kebanyakan wanita. Serangan pada umumnya terjadi di usia pertengahan, nampak lebih sering pada orang lanjut usia. 1,5 juta wanita mempunyai artritis reumatoid yang dibandingkan dengan  600.000 pria.
Penanganan medis pasien dengan artritis reumatoid pada lansia bergantung pada tahap penyakit ketika diagnosis dibuat dan termasuk dalam kelompok mana yang sesuai dengan kondisi tersebut. Untuk menghilangkan nyeri dapet mempergunakan agens antiinflamasi, obat yang dipilih adalah aspirin.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Artritis Reumatoid?
2.      Apa penyebab dari Artritis Reumatoid?
3.      Bagaimana patofisiologi Artritis Reumatoid?
4.      Bagaimana manifestasi klinis dari Artritis Reumatoid?
5.      Apa saja komplikasi dari Artritis Reumatoid?
6.      Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Artritis Reumatoid?
7.      Bagaimana penatalaksanaan medis dari Artritis Reumatoid?
8.      Bagaimana asuhan keperawatan Artritis Reumatoid?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui dimaksud dengan Artritis Reumatoid
2.      Mengetahui penyebab dari Artritis Reumatoid
3.      Mengetahui patofisiologi Artritis Reumatoid
4.      Mengetahui manifestasi klinis dari Artritis Reumatoid
5.      Mengetahui komplikasi dari Artritis Reumatoid
6.      Mengetahui pemeriksaan penunjang dari Artritis Reumatoid
7.      Mengetahui penatalaksanaan medis dari Artritis Reumatoid
8.      Mengetahui asuhan keperawatan Artritis Reumatoid



BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A.    Konsep Dasar Penyakit
1.      Anatomi dan Fisiologi
Suatu artikulasi, atau persendian, terjadi saat permukaan dari dua tulang bertemu, adanya pergerakan atau tidak bergantung pada sambungannya. Persendian dapat diklasifikasi menurut struktur dan menurut fungsi persendian.
a.       Klasifikasi Struktural Persendian
1)      Persendian fibrosa tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan ikat fibrosa.
2)      Persendian kartilago tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan kartilago.
3)      Persendian sinovial memiliki rongga sendi dann diperkokoh dengan kapsul dan ligamen artikular yang membungkusnnya.
b.      Klasifikasi Fungsional Persendian
1)      Sendi sinartrosis atau sendi mati.
a)      Sutura adalah sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa rapat dan hanya ditemukan pada tulang tengkorak. Contoh sutura adalah sutura sagital dan sutura parietal.
b)      Sinkondrosis adalah sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan dengan kartilago hialin. Salah satu contohnya adalah lempeng epifisis sementara antara epifisis dan diafisis pada tulang panjang seorang anak. Saat sinkondrosis sementara berosifikasi, maka bagian tersebut dinamakan sinostosis.
2)      Amfiartrosis adalah sendi dengan pergerakan terbatas yang memungkinkan terjadinya sedikit gerakan sebagai respons terhadap torsi dan kompresi.
a)      Simfisis adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan diskus kartilago, yang menjadi bantalan sendi dan memungkinkan terjadinya sedikit gerakan. Contoh simfisis adalah simfisis pubis antara tulang-tulang pubis dan diskus intervertebralis antar badan vertebra yang berdekatan.
b)      Sindesmosis terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan dihubungkan dengan serat-serat jaringan ikat kolagen. Contoh sindesmosis dapat ditemukan pada tulang yang terletak bersisian dan dihubungkan dengan membran interoseus, seperti pada tulang radius dan ulna, serts tibia dan fibula.
c)      Diartrosis adalah sendi yang dapat bergerak bebas, disebut juga sendi sinovial. Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial, suatu kapsul sendi (artikular) yang menyambung kedua tulang, dan ujung tulang pada sendi sinovial dilapisi kartilago artikular.
c.       Klasifikasi Persendian Sinovial
1)      Sendi sferoidal terdiri dari sebuah tulang dengan kepala berbentuk bulat yang masuk dengan pas ke dalam rongga berbentuk cangkir pada tulang lain. Memungkinkan rentang gerak yang lebih besar, menuju ke tiga arah. Contoh sendi sferoidal adalah sendi panggul serta sendi bahu.
2)      Sendi engsel. Sendi ini memungkinkan gerakan kesatu arah saja dan dikenal sebagai sendi uniaksial. Contohnya adalah persendian pada lutut dan siku.
3)      Sendi kisar (pivot joint). Sendi ini merupakan sendi uniaksial yang memungkinkan terjadinya rotasi disekitar aksial sentral, misalnya persendian tempat tulang atlas berotasi di sekitar prosesus odontoid aksis.
4)      Persendian kondiloid. Sendi ini merupakan sendi biaksial, yang memungkinkan gerakan kedua arah disudut kanan setiap tulang. Contohnya adalah sendi antara tulang radius dan tulang karpal.
5)      Sendi pelana. Persendian ini adalah sendi kondiloid yang termodifikasi sehingga memungkinkan gerakan yang sama. Contohnya adalah persendian antara tulang karpal dan metakarpal pada ibu jari.
6)      Sendi peluru. Sedikit gerakan ke segala arah mungkin terjadi dalam batas prosesus atau ligamen yang membungkus persendian. Persendian semacam ini disebut sendi nonaksial; misalnya persendian invertebrata dan persendian antar tulang-tulang karpal dan tulang-tulang tarsal.
2.      Pengertian Artritis Reumatoid
         Artritis reumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya, diakrekteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. (Kusharyadi, 2010)
         Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi sistemik yang kronis dan terutama menyerang persendian, otot-otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah yang ada disekitarnya. (Kowalak, 2011).

3.      Etiologi Artritis Reumatoid
         Penyebab utama penyakit artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
a.       Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
b.      Endokrin
Kecenderungan wanita untuk menderita artritis reumatoid dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini.
c.       Autoimmun
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
d.      Metabolik
e.       Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan artritis reumatoid seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.

4.      Patofisiologi Artritis Reumatoid
         Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis artritis reumatoid terjadi akibat rantai peristiwa imunologis sebagai berikut : Suatu antigen penyebab artritis reumatoid yang berada pada membran sinovial, akan diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+.
         Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+ yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon, tumor necrosis factor b (TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.
         Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada artritis reumatoid adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada membran sinovial.
         Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
         Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF-b. Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada artritis reumatoid, antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus. Tidak terhentinya destruksi persendian pada artritis reumatoid kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien artritis reumatoid. Faktor reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat.
         Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam patogenesis artritis reumatoid. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan proteoglikan.

5.      Manifestasi Klinik Artritis Reumatoid
Jika pasien artritis reumatoid pada lansia tidak diistirahatkan, maka penyakit ini akan berkembang menjadi empat tahap :
a.       Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan kelebihan produksi cairan sinovial. Tidak ada perubahan yang bersifat merusak terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis mungkin ada.
b.      Secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat. Pasien mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada deformitas sendi.
c.       Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang.
d.      Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang dapat mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang meluas dan luka pada jaringan lunak seperti medula-nodula mungkin terjadi.

Pada lansia artritis reumatoid dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu :
a.       Kelompok 1
Artritis reumatoid klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan sebagian besar terlibat. Terdapat faktor reumatoid, dan nodula-nodula reumatoid yang sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat mendorong ke arah kerusakan sendi yang progresif.
b.      Kelompok 2
Termasuk ke dalam klien yang memenuhi syarat dari American Rheumatologic Association untuk artritis reumatoid karena mereka mempunyai radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari.
c.       Kelompok 3
Sinovitis terutama memengaruhi bagian proksimal sendi, bahu dan panggul. Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekuatan pada pagi hari. Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini, dengan adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman, dan sindrome karpal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri yang dapat dikendalikan secara baik dengan menggunakan prednison dosis rendah atau agens antiinflamasi dan memiliki prognosis yang baik.

6.      Pemeriksaan Diagnostik Artritis Reumatoid
a.       Pemeriksaan cairan synovial :
1)      Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih.
2)   Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil (65%).
3)   Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum dan berbanding terbalik dengan cairan sinovium.

b.      Pemeriksaan darah tepi :
1)      Leukosit : normal atau meningkat ( <>3 ). Leukosit menurun bila terdapat splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai Felty’s Syndrome.
2)      Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
c.       Pemeriksaan kadar sero-imunologi :
1)      Rheumatoid factor + Ig M -75% penderita ; 95% + pada penderita dengan nodul subkutan.
2)      Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis rheumatoid dini.

7.      Komplikasi Artritis Reumatoid
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid.

8.      Penatalaksanaan Artritis Reumatoid
Tujuan utama dari program penatalaksanaan  perawatan adalah sebagai berikut :
a.       Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.
b.      Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita.
c.       Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi.
d.      Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.

a.       Penatalaksanaan Keperawatan
1)      Pendidikan
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
2)      Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
3)      Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit.

b.      Penatalaksanaan Medik
1)      Penggunaan OAINS
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umum nya diberikan pada penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga memberikan efek analgesik yang sangat baik. OAINS terutama bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase sehingga menekan sintesis prostaglandin. Masih belum jelas apakah hambatan enzim lipooxygenase juga berperanan dalam hal ini, akan tetapi jelas bahwa OAINS berkerja dengan cara:
a)      Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal.
b)   Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin, serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).
c)    Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan.
d)   Menghambat proliferasi seluler.
e)    Menetralisasi radikal oksigen.
f)    Menekan rasa nyeri
2)      Penggunaan DMARD
Terdapat terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian DMARD tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini. Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa destruksi sendi pada AR terjadi pada masa dini penyakit. Cara pendekatan lain adalah dengan menggunakan dua atau lebih DMARD secara simultan atau secara siklik seperti penggunaan obat obatan imunosupresif pada pengobatan penyakit keganasan. digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat artritis reumatoid. Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah:
a)      Klorokuin : Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b)      Sulfazalazine : Untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam bentukenteric coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500 mg / hari, untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai dengan dosis 2 g / hari, dosis diturunkan kembali sehingga mencapai 1 g /hari untuk digunakan dalam jangka panjang sampai remisi sempurna terjadi.
c)      D-penicillamine : Dalam pengobatan AR, DP (Cuprimin 250 mg atau Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250 sampai 300 mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4 minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250 sampai 300 mg/hari.
3)      Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektoni, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.


B.     Konsep Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
a.       Aktivitas/ istirahat
1)      Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
2)      Tanda : Malaise Keterbatasan rentang gerak, atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
b.      Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
c.       Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis : finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
d.      Makanan/ cairan
1)      Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia Kesulitan untuk mengunyah.
2)      Tanda : Penurunan berat badan Kekeringan pada membran mukosa.
e.       Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan.
f.       Neurosensori
1)      Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
2)      Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
g.      Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
h.      Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada meta dan membran mukosa.

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Nyeri berhubungan dengan pelepasan mediator kimia (bradikinin).
b.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
c.       Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas sendi.
d.      Risiko cedera berhubungan dengan kontraktur sendi.
e.       Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat.

3.      Rencana Keperawatan
No dx
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan skala nyeri berkurang dengan kriteria hasil:
1.      Skala nyeri berkurang
2.      Pasien dapat beristirahat
3.      Ekspresi meringis (-)
4.      TTV dalam batas normal (TD : 120-140/60-80 mmHg, N : 60-100, RR : 16-24 x/menit, T : 36,5-37,5°C)
1.      Kaji keluhan nyeri, kualitas, lokasi, intensitas dan waktu. Catat faktor yang mempercepat dan tanda rasa sakit nonverbal.
2.      Pantau TTV pasien

3.      Berikan posisi nyaman waktu tidur/duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi
4.      Gunakan bantal, karung pasir, bebat, dan brace

5.      Berikan masase yang lembut


6.      Anjurkan mandi air hangat/pancuran pada waktu bangun. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi yang sakit beberapa kali sehari.
7.      Berikan obat sesuai petunjuk  seperti Asetilsalisilat (aspirin) dan D-penisilamin


1.      Membantu menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program.



2.      Mengetahui kondisi umum pasien
3.      Penyakit berat/eksaserbasi, tirah baring diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera sendi.

4.      Mengistirahatkan sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral.
5.      Meningkatkan relaksasi atau mengurangi ketegangan otot.
6.      Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat hilang dan luka dermal dapat sembuh.
7.      ASA bekerja antiinflamasi dan efek analgesik ringan mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas serta D-penisilamin untuk mengontrol efek sistemik reumatoid artritis jika terapi lainnya tidak berhasil

2
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kekuatan otot pasien meningkat
 dengan kriteria hasil:
1.      Mempertahankan fungsi posisi dengan pembatasan kontraktur.
2.      Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/atau kompensasi bagian tubuh.
3.      Mendemostrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas

1.      Evaluasi pemantauan tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi.
2.      Pertahankan tirah baring/duduk. Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat terus-menerus dan tidur malam hari.

3.      Bantu rentang gerak aktif/pasif, latihan resistif dan isometrik.
4.      Dorong klien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri serta berjalan.
5.      Konsul dengan ahli terapi fisik atau okupasi dan spesialis vokasional.


6.      Berikan obat sesuai indikasi (Steroid)

1.      Tingkat aktivitas atau latihan tergantung dari perkembangan proses inflamasi.
2.      Istirahant sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit untuk mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan.
3.      Meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina.

4.      Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.


5.      Memformulasi program latihan berdasarkan kebutuhan individual dan mengidentifikasi bantuan mobilitas.
6.      Menekan inflamasi sistemik


3
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien menerima perubahan tubuh  dengan kriteria hasil:
1.      Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan gaya hidup dan kemungkinan keterbatasan.
2.      Menerima perubahan tubuh dan mengintegrasikan ke dalam konsep diri.
3.      Mengembangkan keterampilan perawatan diri agar dapat berfungsi dalam masyarakat.


1.      Dorong pengungkapan mengenai proses penyakit dan harapan masa depan.
2.      Bantu pasien mengekspresikan perasaan kehilangan.
3.      Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal/terlalu memperhatikan tubuh.


4.      Bantu dengan kebutuhan perawatan yang diperlukan.
5.      Rujuk pada konseling psikiatri (misal perawat spesialis psikiatri, psikologi, pekerja sosial)
6.      Berikan obat sesuai indikasi (misal antiansietas)
.


1.      Berikan kesempatan mengidentifiaksi rasa takut/kesalahan konsep dan menhadapi secara langsung.

2.      Untuk mendapatkan dukungan proses berkabung yang adaptif
3.      Menunjukkan emosional/metode koping maladaptif sehingga membutuhkan intervensi lebih lanjut/dukungan psikologis.
4.      Mempertahankan penampilan yang meningkatkan citra diri.
5.      Pasien/keluarga membutuhkan dukungan selama berhadapan dnegan proses jangka panjang.

6.      Dibutuhkan saat munculnya depresi hebat sampai pasien dapat menggunakan kemampuan koping efektif
4
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat melaksanakan aktivitas perawatan diri dengan kriteria hasil:
1.      Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
2.      Mendemonstrasikan perubahan teknik atau gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
3.      Mengidentifikasikan sumber pribadi atau komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.


1.      Kaji respons emosional pasien terhadap kemampuan merawat diri yang menurun dan diberi dukungan emosional.
2.      Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.
3.      Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi modifikasi lingkungan.
4.      Beri dorongan agar berpartisipasi dalam merawat diri. Aktivitas yang terjadwal memungkinkan waktu untuk merawat diri.
5.      Konsultasi dengan ahli terapi okulasiR/ Menentukan alat bantu memenuhi kebutuhan individu.

1.      Perubahan kemampuan merawat diri dapat membangkitkan perasaan cemas dan frustasi, dimana dapat mengganggu kemampuan lebih lanjut.
2.      Mendukung kemandirian fisik dan emosional.

3.      Meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga diri.


4.      Partisipasi pasien dalam merawat diri meningkatkan harga diri dan menurunkan perasaan ketergantungan.


5.      Menentukan alat bantu memenuhi kebutuhan individu.

5
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien tidak menderita cidera dengan kriteria hasil:
1.      Pantau faktor resiko perilaku pribadi dan lingkungan
2.      Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko
3.      Mempersiapkan lingkungan yang aman
4.      Mengidentifikasikan yang dapat meningkatkan reiko cedera
5.      Menghindari cedera fisik


1.      Lindungi klien dari kecelakaan jatuh.







2.      Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan hati-hati.



3.      Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama terjadi kelemahan fisik.

4.      Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.

5.      Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah posisi tubuh, dan cara berjalan serta menghindari perubahan posisi yang tiba-tiba.

1.      Karena klien rentan untuk mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun. Bila klien mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.
2.      Perubahan posisi berguna untuk mencegah terjadinya penekanan punggung dan memperlancar aliran darah serta mencegah terjadinya dekubitus.
3.      Kelemahan yang dialami oleh pasien hiperparatiroid dapat mengganggu proses pemenuhan ADL pasien.
4.      Aktivitas yang berlebihan dapat memperparah penyakit pasien.
5.      Mencegah terjadinya cedera pada pasien

6
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang kondisi dan perawatan dengan kriteria hasil:
1.      Menunjukkan pemahaman tentang kondisi dan perawatan.
2.      Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas atau pembatasan aktivitas.


1.      Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan.

2.      Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet, obat, latihan dan istirahat.

3.      Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik.



4.      Berikan informasi mengenai alat bantu, misal : tongkat atau palang keamanan.



5.      Diskusikan menghemat energi,  misal : duduk daripada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi
1.      Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkna informasi.
2.      Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi atau jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas.
3.      Keuntungan dari terpai obat tergantung pada ketepatan dosis, misal : aspirin diberikan secara reguler untuk mendukung kadar terapeutik darah 18 - 25 mg.
4.      Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan pasien ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan.
5.      Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri dan kemandirian.


4.      Implementasi Keperawatan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dan merupakan tahapan dimana perawat merealisasikan rencana keperawatan ke dalam tindakan keperawatan nyata, langsung pada klien.Tindakan keperawatan itu sendiri merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan yang telah diktentukan dengan maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal.

5.      Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil di capai. Melalui evaluasi memungkinkan  perawat memonitor  “kealpaan“  yang  terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan .

BAB    III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
      Artritis reumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya, diakrekteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. (Kusharyadi, 2010)
      Penyebab utama penyakit artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu :Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus, endokrin,autoimmun,metabolik, danfaktor genetik serta pemicu lingkungan
      Jika pasien artritis reumatoid pada lansia tidak diistirahatkan, maka penyakit ini akan berkembang menjadi empat tahap yaitu terdapat radang sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan kelebihan produksi cairan sinovial, secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat, jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga mengurangi ruang gerak sendi, ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang.
      Masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah nyeri, gangguan mobilitas fisik, gangguan bodi image, kurang perawatan diri, risiko cedera, dan kurang pengetahuan.




DAFTAR PUSTAKA

Anonymus, Artritis Rematoid. (online). http:// www. naturindonesia. com/ artikel-berbagai- penyakit- degeneratif/ 449-artritis-reumatoid-.html, diakses tanggal 8 Oktober 2014 pukul 12.30
Anonymus, 2012. Makalah Rematoid Artritis. (online). http://profesional-eagle. blogspot. Com /2012/05/makalah- reumatoid- artritis-copast.html, diakses tanggal 8 Oktober 2014 12.40
Anonymus, 2012. Asuhan Keperawatan Rematoid Artritis. (online). http://www. kapukonline.com/2012/01/askep-asuhankeperawatanrheumatoidarthri.html, diakses tanggal 8 Oktober 2014 pukul 12.50

Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. EGC : Jakarta.

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika : Jakarta.

Nanda International (20013). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. Jakarta:EGC

Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. EGC : Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar