BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Mobilitas dan aktivitas adalah hal yang
vital bagi kesehatan total lansia sehingga perawat harus banyak memiliki
pengetahuan dalam pengkajian dan intervensi muskuloskeletal. Perawat memainkan
dua peranan penting. Pertama, mempraktikkan promosi kesehatan jauh sebelum
berusia 65 tahun dapat menunda dan memperkecil efek degeneratif dari penuaan.
Penyakit muskuloskeletal bukan merupakan konsekuensi penuaan yang tidak dapat
dihindari dan karenanya harus dianggap sebagai suatu proses penyakit spesifik,
tidak hanya sebagai akibat dari penuaan.
Artritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit otoimun
sistemik yang menyebabkan peradangan pada sendi. Penyakit ini ditandai oleh
peradangan sinovium yang menetap, suatu sinovitis proliferatifa kronik non
spesifik. Dengan berjalannya waktu, dapat terjadi erosi tulang, destruksi
(kehancuran) rawan sendi dan kerusakan total sendi.
Artritis
Reumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar luas di
seluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik.Prevalensi Artritis
Reumatoid adalah sekitar 1 persen populasi (berkisar antara 0,3 sampai 2,1
persen). Artritis Reumatoid lebih sering dijumpai pada wanita, dengan
perbandingan wanita dan pria sebesar 3 : 1.7 Perbandingan ini mencapai 5:1 pada wanita dalam usia subur.Artritis
Reumatoid menyerang 2,1 juta orang Amerika, yang kebanyakan wanita. Serangan
pada umumnya terjadi di usia pertengahan, nampak lebih sering pada orang lanjut
usia. 1,5 juta wanita mempunyai artritis reumatoid yang dibandingkan
dengan 600.000 pria.
Penanganan medis pasien dengan artritis
reumatoid pada lansia bergantung pada tahap penyakit ketika diagnosis dibuat
dan termasuk dalam kelompok mana yang sesuai dengan kondisi tersebut. Untuk
menghilangkan nyeri dapet mempergunakan agens antiinflamasi, obat yang dipilih
adalah aspirin.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Artritis
Reumatoid?
2. Apa penyebab dari Artritis
Reumatoid?
3. Bagaimana patofisiologi Artritis
Reumatoid?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari
Artritis Reumatoid?
5. Apa saja komplikasi dari Artritis
Reumatoid?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari
Artritis Reumatoid?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis dari
Artritis Reumatoid?
8. Bagaimana asuhan keperawatan
Artritis Reumatoid?
C. Tujuan
1. Mengetahui dimaksud dengan Artritis
Reumatoid
2. Mengetahui penyebab dari Artritis
Reumatoid
3. Mengetahui patofisiologi Artritis
Reumatoid
4. Mengetahui manifestasi klinis dari
Artritis Reumatoid
5. Mengetahui komplikasi dari Artritis
Reumatoid
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang
dari Artritis Reumatoid
7. Mengetahui penatalaksanaan medis
dari Artritis Reumatoid
8. Mengetahui asuhan keperawatan
Artritis Reumatoid
BAB
II
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Konsep Dasar Penyakit
1. Anatomi
dan Fisiologi
Suatu
artikulasi, atau persendian, terjadi saat permukaan dari dua tulang bertemu,
adanya pergerakan atau tidak bergantung pada sambungannya. Persendian dapat
diklasifikasi menurut struktur dan menurut fungsi persendian.
a. Klasifikasi
Struktural Persendian
1) Persendian fibrosa
tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan ikat fibrosa.
2) Persendian kartilago
tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan kartilago.
3) Persendian sinovial
memiliki rongga sendi dann diperkokoh dengan kapsul dan ligamen artikular yang
membungkusnnya.
b. Klasifikasi
Fungsional Persendian
1) Sendi sinartrosis
atau sendi mati.
a) Sutura
adalah sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa rapat dan hanya
ditemukan pada tulang tengkorak. Contoh sutura adalah sutura sagital dan sutura
parietal.
b) Sinkondrosis
adalah sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan dengan kartilago hialin. Salah
satu contohnya adalah lempeng epifisis sementara antara epifisis dan diafisis
pada tulang panjang seorang anak. Saat sinkondrosis sementara berosifikasi,
maka bagian tersebut dinamakan sinostosis.
2) Amfiartrosis
adalah sendi dengan pergerakan terbatas yang memungkinkan terjadinya sedikit
gerakan sebagai respons terhadap torsi dan kompresi.
a) Simfisis
adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan diskus kartilago, yang
menjadi bantalan sendi dan memungkinkan terjadinya sedikit gerakan. Contoh
simfisis adalah simfisis pubis
antara tulang-tulang pubis dan diskus
intervertebralis antar badan vertebra yang berdekatan.
b) Sindesmosis
terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan dihubungkan dengan serat-serat
jaringan ikat kolagen. Contoh sindesmosis dapat ditemukan pada tulang yang
terletak bersisian dan dihubungkan dengan membran interoseus, seperti pada tulang radius dan ulna, serts tibia dan
fibula.
c) Diartrosis
adalah sendi yang dapat bergerak bebas, disebut juga sendi sinovial. Sendi ini
memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial, suatu kapsul sendi
(artikular) yang menyambung kedua tulang, dan ujung tulang pada sendi sinovial
dilapisi kartilago artikular.
c. Klasifikasi
Persendian Sinovial
1) Sendi sferoidal
terdiri dari sebuah tulang dengan kepala berbentuk bulat yang masuk dengan pas
ke dalam rongga berbentuk cangkir pada tulang lain. Memungkinkan rentang gerak
yang lebih besar, menuju ke tiga arah. Contoh sendi sferoidal adalah sendi
panggul serta sendi bahu.
2) Sendi engsel.
Sendi ini memungkinkan gerakan kesatu arah saja dan dikenal sebagai sendi
uniaksial. Contohnya adalah persendian pada lutut dan siku.
3) Sendi kisar
(pivot joint). Sendi ini merupakan
sendi uniaksial yang memungkinkan terjadinya rotasi disekitar aksial sentral,
misalnya persendian tempat tulang atlas berotasi di sekitar prosesus odontoid
aksis.
4) Persendian kondiloid.
Sendi ini merupakan sendi biaksial, yang memungkinkan gerakan kedua arah
disudut kanan setiap tulang. Contohnya adalah sendi antara tulang radius dan
tulang karpal.
5) Sendi pelana.
Persendian ini adalah sendi kondiloid yang termodifikasi sehingga memungkinkan
gerakan yang sama. Contohnya adalah persendian antara tulang karpal dan
metakarpal pada ibu jari.
6) Sendi peluru.
Sedikit gerakan ke segala arah mungkin terjadi dalam batas prosesus atau
ligamen yang membungkus persendian. Persendian semacam ini disebut sendi nonaksial;
misalnya persendian invertebrata dan persendian antar tulang-tulang karpal dan
tulang-tulang tarsal.
2. Pengertian
Artritis Reumatoid
Artritis reumatoid merupakan penyakit
inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya, diakrekteristikkan
oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial yang menyebabkan kerusakan pada
tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. (Kusharyadi, 2010)
Artritis reumatoid adalah penyakit
inflamasi sistemik yang kronis dan terutama menyerang persendian, otot-otot, tendon,
ligamen, dan pembuluh darah yang ada disekitarnya. (Kowalak, 2011).
3. Etiologi
Artritis Reumatoid
Penyebab utama penyakit artritis reumatoid masih belum diketahui secara
pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid,
yaitu :
a. Infeksi Streptokkus
hemolitikus dan Streptococcus
non-hemolitikus.
b. Endokrin
Kecenderungan
wanita untuk menderita artritis reumatoid dan sering dijumpainya remisi pada
wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan
hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun
demikian karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan
perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan
bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini.
c. Autoimmun
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan
oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe
II, faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme
mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari
tulang rawan sendi penderita.
d. Metabolik
e. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Faktor
genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam
timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara
produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan
artritis reumatoid seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1
untuk menderita penyakit ini.
4. Patofisiologi
Artritis Reumatoid
Dari penelitian mutakhir diketahui
bahwa patogenesis artritis reumatoid terjadi akibat rantai peristiwa imunologis
sebagai berikut : Suatu antigen penyebab artritis reumatoid yang berada pada
membran sinovial, akan diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang
terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau
makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada membran selnya.
Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama
dengan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut
membentuk suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan
interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya
akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+.
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen
trimolekular tersebut akan mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada
permukaan CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada
reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya
mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan berlangsung
terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+
yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti
gamma-interferon, tumor necrosis factor b (TNF-b), interleukin-3 (IL-3),
interleukin-4 (IL-4), granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF)
serta beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk
meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi
sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu oleh
IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang
sesuai, antibodi yang dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan
berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan
mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan komponen-komplemen C5a.
Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan
permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear
(PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran
sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada artritis
reumatoid adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran sinovial,
infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel
radang akan disertai oleh pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas,
leukotrien, prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan stromelysin)
yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat
menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas
juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek
vasodilator yang kuat dan dapat merangsang terjadinya resorpsi tulang
osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF-b. Rantai peristiwa imunologis ini
sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab dapat dihilangkan dari
lingkungan tersebut. Akan tetapi pada artritis reumatoid, antigen atau komponen
antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian, sehingga proses
destruksi sendi akan berlangsung terus. Tidak terhentinya destruksi persendian
pada artritis reumatoid kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor
reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc
IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien artritis reumatoid. Faktor reumatoid akan
berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses
peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan
terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan
histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat.
Masuknya sel radang ke dalam membran
sinovial akibat pengendapan kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang
merupakan elemen yang paling destruktif dalam patogenesis artritis reumatoid.
Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang
berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara
histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya sel
mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan
proteoglikan.
5. Manifestasi
Klinik Artritis Reumatoid
Jika
pasien artritis reumatoid pada lansia tidak diistirahatkan, maka penyakit ini
akan berkembang menjadi empat tahap :
a. Terdapat
radang sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan kelebihan produksi cairan
sinovial. Tidak ada perubahan yang bersifat merusak terlihat pada radiografi.
Bukti osteoporosis mungkin ada.
b. Secara
radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat. Pasien
mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada deformitas sendi.
c. Jaringan
ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga mengurangi ruang gerak
sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi, perubahan
kesejajaran tubuh, dan deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan
kartilago dan tulang.
d. Ketika
jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang dapat mengakibatkan
terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang meluas dan luka
pada jaringan lunak seperti medula-nodula mungkin terjadi.
Pada lansia artritis reumatoid dapat
digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu :
a. Kelompok
1
Artritis
reumatoid klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan sebagian besar
terlibat. Terdapat faktor reumatoid, dan nodula-nodula reumatoid yang sering
terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat mendorong ke arah kerusakan sendi
yang progresif.
b. Kelompok
2
Termasuk
ke dalam klien yang memenuhi syarat dari American
Rheumatologic Association untuk artritis reumatoid karena mereka mempunyai
radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering melibatkan pergelangan
tangan dan sendi-sendi jari.
c. Kelompok
3
Sinovitis
terutama memengaruhi bagian proksimal sendi, bahu dan panggul. Awitannya
mendadak, sering ditandai dengan kekuatan pada pagi hari. Pergelangan tangan
pasien sering mengalami hal ini, dengan adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan
kekuatan genggaman, dan sindrome karpal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu
penyakit yang dapat sembuh sendiri yang dapat dikendalikan secara baik dengan
menggunakan prednison dosis rendah atau agens antiinflamasi dan memiliki
prognosis yang baik.
6. Pemeriksaan
Diagnostik Artritis Reumatoid
a. Pemeriksaan
cairan synovial :
1) Warna
kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan peningkatan
jumlah sel darah putih.
2) Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan
adanya proses inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil (65%).
3) Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari
serum dan berbanding terbalik dengan cairan sinovium.
b. Pemeriksaan
darah tepi :
1) Leukosit : normal atau meningkat ( <>3 ). Leukosit
menurun bila terdapat splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai Felty’s Syndrome.
2) Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
c. Pemeriksaan
kadar sero-imunologi :
1) Rheumatoid factor + Ig M -75%
penderita ; 95% + pada penderita dengan nodul subkutan.
2) Anti CCP antibody positif telah
dapat ditemukan pada arthritis rheumatoid dini.
7. Komplikasi
Artritis Reumatoid
Kelainan sistem pencernaan yang
sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi
utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah
perjalanan penyakit (disease modifying
antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada artritis reumatoid.
8. Penatalaksanaan
Artritis Reumatoid
Tujuan utama dari program penatalaksanaan perawatan adalah sebagai berikut :
a. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.
b. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan
maksimal dari penderita.
c. Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang
terjadi pada sendi.
d. Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung
pada orang lain.
a. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pendidikan
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian,
patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan
(prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk
regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini
dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan.
Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
2) Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya
disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul
setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih
berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu
beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
3) Latihan
Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan
fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi
yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu
diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan
bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Latihan dan termoterapi ini paling baik
diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti
ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak
struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit.
b. Penatalaksanaan Medik
1) Penggunaan OAINS
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umum nya
diberikan pada penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan untuk
mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali dijumpai walaupun belum
terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain dapat mengatasi inflamasi,
OAINS juga memberikan efek analgesik yang sangat baik. OAINS terutama bekerja
dengan menghambat enzim siklooxygenase sehingga menekan sintesis prostaglandin.
Masih belum jelas apakah hambatan enzim lipooxygenase juga berperanan dalam hal
ini, akan tetapi jelas bahwa OAINS berkerja dengan cara:
a) Memungkinkan
stabilisasi membran lisosomal.
b) Menghambat
pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin, serotonin, enzim
lisosomal dan enzim lainnya).
c) Menghambat
migrasi sel ke tempat peradangan.
d) Menghambat
proliferasi seluler.
e) Menetralisasi
radikal oksigen.
f) Menekan
rasa nyeri
2) Penggunaan DMARD
Terdapat
terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada pengobatan penderita AR. Cara
pertama adalah pemberian DMARD tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini.
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa destruksi sendi pada AR terjadi
pada masa dini penyakit. Cara pendekatan lain adalah dengan menggunakan dua
atau lebih DMARD secara simultan atau secara siklik seperti penggunaan obat
obatan imunosupresif pada pengobatan penyakit keganasan. digunakan untuk
melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat artritis
reumatoid. Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk pengobatan AR
adalah:
a) Klorokuin : Dosis anjuran
klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping
bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b) Sulfazalazine : Untuk
pengobatan AR sulfasalazine dalam bentukenteric
coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500 mg / hari, untuk
kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu sampai mencapai dosis 4 x 500 mg.
Setelah remisi tercapai dengan dosis 2 g / hari, dosis diturunkan kembali
sehingga mencapai 1 g /hari untuk digunakan dalam jangka panjang sampai remisi
sempurna terjadi.
c) D-penicillamine : Dalam
pengobatan AR, DP (Cuprimin 250 mg atau Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis
1 x 250 sampai 300 mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4
minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250 sampai
300 mg/hari.
3) Operasi
Jika
berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat
alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan
ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektoni,
artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan
sebagainya.
B. Konsep
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien
tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata,
jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan
keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
a. Aktivitas/ istirahat
1) Gejala : Nyeri sendi karena gerakan,
nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi, kekakuan pada pagi hari,
biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh
pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
2) Tanda : Malaise Keterbatasan rentang
gerak, atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
b. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari
tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari
sebelum warna kembali normal).
c. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/
kronis: mis : finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )Ancaman pada konsep
diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang
lain).
d. Makanan/ cairan
1) Gejala : Ketidakmampuan untuk
menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia Kesulitan
untuk mengunyah.
2) Tanda : Penurunan berat badan
Kekeringan pada membran mukosa.
e. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk
melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan.
f. Neurosensori
1) Gejala : Kebas, semutan pada tangan
dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
2) Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (
mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
h. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang,
nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani
tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada meta dan
membran mukosa.
2. Diagnosa
Keperawatan
a. Nyeri
berhubungan dengan pelepasan mediator kimia (bradikinin).
b. Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
c. Gangguan
bodi image berhubungan dengan deformitas sendi.
d. Risiko
cedera berhubungan dengan kontraktur sendi.
e. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat.
3. Rencana
Keperawatan
No dx
|
Tujuan dan
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan skala nyeri berkurang
dengan kriteria hasil:
1. Skala
nyeri berkurang
2. Pasien
dapat beristirahat
3. Ekspresi
meringis (-)
4. TTV
dalam batas normal (TD : 120-140/60-80 mmHg, N : 60-100, RR : 16-24 x/menit,
T : 36,5-37,5°C)
|
1. Kaji
keluhan nyeri, kualitas, lokasi, intensitas dan waktu. Catat faktor yang
mempercepat dan tanda rasa sakit nonverbal.
2. Pantau
TTV pasien
3. Berikan
posisi nyaman waktu tidur/duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat
tidur sesuai indikasi
4. Gunakan
bantal, karung pasir, bebat, dan brace
5. Berikan
masase yang lembut
6. Anjurkan
mandi air hangat/pancuran pada waktu bangun. Sediakan waslap hangat untuk
mengompres sendi yang sakit beberapa kali sehari.
7. Berikan
obat sesuai petunjuk seperti
Asetilsalisilat (aspirin) dan D-penisilamin
|
1. Membantu
menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program.
2. Mengetahui
kondisi umum pasien
3. Penyakit
berat/eksaserbasi, tirah baring diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera
sendi.
4. Mengistirahatkan
sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral.
5. Meningkatkan
relaksasi atau mengurangi ketegangan otot.
6. Panas
meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan kekakuan
di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat hilang dan luka dermal dapat
sembuh.
7. ASA
bekerja antiinflamasi dan efek analgesik ringan mengurangi kekakuan dan
meningkatkan mobilitas serta D-penisilamin untuk mengontrol efek sistemik reumatoid
artritis jika terapi lainnya tidak berhasil
|
2
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kekuatan otot pasien
meningkat
dengan kriteria hasil:
1. Mempertahankan
fungsi posisi dengan pembatasan kontraktur.
2. Mempertahankan
atau meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/atau kompensasi bagian tubuh.
3. Mendemostrasikan
teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
|
1. Evaluasi
pemantauan tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi.
2. Pertahankan
tirah baring/duduk. Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat
terus-menerus dan tidur malam hari.
3. Bantu
rentang gerak aktif/pasif, latihan resistif dan isometrik.
4. Dorong
klien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri serta berjalan.
5. Konsul
dengan ahli terapi fisik atau okupasi dan spesialis vokasional.
6. Berikan
obat sesuai indikasi (Steroid)
|
1. Tingkat
aktivitas atau latihan tergantung dari perkembangan proses inflamasi.
2. Istirahant
sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit untuk
mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan.
3. Meningkatkan
fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina.
4. Memaksimalkan
fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.
5. Memformulasi
program latihan berdasarkan kebutuhan individual dan mengidentifikasi bantuan
mobilitas.
6. Menekan
inflamasi sistemik
|
3
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien menerima
perubahan tubuh dengan kriteria hasil:
1. Mengungkapkan
peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit,
perubahan gaya hidup dan kemungkinan keterbatasan.
2. Menerima
perubahan tubuh dan mengintegrasikan ke dalam konsep diri.
3. Mengembangkan
keterampilan perawatan diri agar dapat berfungsi dalam masyarakat.
|
1. Dorong
pengungkapan mengenai proses penyakit dan harapan masa depan.
2. Bantu
pasien mengekspresikan perasaan kehilangan.
3. Perhatikan
perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal/terlalu memperhatikan tubuh.
4. Bantu
dengan kebutuhan perawatan yang diperlukan.
5. Rujuk
pada konseling psikiatri (misal perawat spesialis psikiatri, psikologi,
pekerja sosial)
6. Berikan
obat sesuai indikasi (misal antiansietas)
.
|
1. Berikan
kesempatan mengidentifiaksi rasa takut/kesalahan konsep dan menhadapi secara
langsung.
2. Untuk
mendapatkan dukungan proses berkabung yang adaptif
3. Menunjukkan
emosional/metode koping maladaptif sehingga membutuhkan intervensi lebih
lanjut/dukungan psikologis.
4. Mempertahankan
penampilan yang meningkatkan citra diri.
5. Pasien/keluarga
membutuhkan dukungan selama berhadapan dnegan proses jangka panjang.
6. Dibutuhkan
saat munculnya depresi hebat sampai pasien dapat menggunakan kemampuan koping
efektif
|
4
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat
melaksanakan aktivitas perawatan diri dengan kriteria hasil:
1. Melaksanakan
aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan
individual.
2. Mendemonstrasikan
perubahan teknik atau gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
3. Mengidentifikasikan
sumber pribadi atau komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
|
1. Kaji
respons emosional pasien terhadap kemampuan merawat diri yang menurun dan
diberi dukungan emosional.
2. Pertahankan
mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.
3. Kaji
hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi modifikasi
lingkungan.
4. Beri
dorongan agar berpartisipasi dalam merawat diri. Aktivitas yang terjadwal
memungkinkan waktu untuk merawat diri.
5. Konsultasi
dengan ahli terapi okulasiR/
Menentukan alat bantu memenuhi kebutuhan individu.
|
1. Perubahan
kemampuan merawat diri dapat membangkitkan perasaan cemas dan frustasi,
dimana dapat mengganggu kemampuan lebih lanjut.
2. Mendukung
kemandirian fisik dan emosional.
3. Meningkatkan
kemandirian yang akan meningkatkan harga diri.
4. Partisipasi
pasien dalam merawat diri meningkatkan harga diri dan menurunkan perasaan
ketergantungan.
5. Menentukan
alat bantu memenuhi kebutuhan individu.
|
5
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien tidak menderita cidera dengan
kriteria hasil:
1. Pantau
faktor resiko perilaku pribadi dan lingkungan
2. Mengembangkan
dan mengikuti strategi pengendalian resiko
3. Mempersiapkan
lingkungan yang aman
4. Mengidentifikasikan
yang dapat meningkatkan reiko cedera
5. Menghindari
cedera fisik
|
1. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh.
2. Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah
posisi klien dengan hati-hati.
3. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama
terjadi kelemahan fisik.
4. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.
5. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik
seperti cara mengubah posisi tubuh, dan cara berjalan serta menghindari
perubahan posisi yang tiba-tiba.
|
1. Karena klien
rentan untuk mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan
sekalipun. Bila klien mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat
tidurnya.
2. Perubahan posisi berguna untuk mencegah terjadinya
penekanan punggung dan memperlancar aliran darah serta mencegah terjadinya
dekubitus.
3. Kelemahan yang dialami oleh pasien hiperparatiroid
dapat mengganggu proses pemenuhan ADL pasien.
4. Aktivitas yang berlebihan dapat memperparah penyakit
pasien.
5. Mencegah terjadinya cedera pada pasien
|
6
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dan keluarga
menunjukkan pemahaman tentang kondisi dan perawatan dengan kriteria hasil:
1. Menunjukkan
pemahaman tentang kondisi dan perawatan.
2. Mengembangkan
rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten
dengan mobilitas atau pembatasan aktivitas.
|
1. Tinjau
proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan.
2. Diskusikan
kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet, obat,
latihan dan istirahat.
3. Tekankan
pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik.
4. Berikan
informasi mengenai alat bantu, misal : tongkat atau palang keamanan.
5. Diskusikan
menghemat energi, misal : duduk
daripada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi
|
1. Memberikan
pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkna informasi.
2. Tujuan
kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi atau jaringan lain untuk
mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas.
3. Keuntungan
dari terpai obat tergantung pada ketepatan dosis, misal : aspirin diberikan
secara reguler untuk mendukung kadar terapeutik darah 18 - 25 mg.
4. Mengurangi
paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan pasien ikut serta secara
lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan.
5. Mencegah
kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri dan kemandirian.
|
4. Implementasi
Keperawatan
Tahap
pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dan merupakan
tahapan dimana perawat merealisasikan rencana keperawatan ke dalam tindakan
keperawatan nyata, langsung pada klien.Tindakan keperawatan itu sendiri
merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan yang telah diktentukan dengan
maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal.
5.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi
adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah
berhasil di capai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat memonitor
“kealpaan“ yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan,
dan pelaksanaan tindakan .
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Artritis reumatoid merupakan penyakit
inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya, diakrekteristikkan
oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial yang menyebabkan kerusakan pada
tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. (Kusharyadi, 2010)
Penyebab utama penyakit artritis reumatoid masih belum diketahui secara
pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid,
yaitu :Infeksi Streptokkus hemolitikus
dan Streptococcus non-hemolitikus, endokrin,autoimmun,metabolik,
danfaktor genetik serta pemicu lingkungan
Jika pasien artritis reumatoid pada lansia
tidak diistirahatkan, maka penyakit ini akan berkembang menjadi empat tahap
yaitu terdapat radang sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan kelebihan
produksi cairan sinovial, secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang
rawan dapat dilihat, jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus,
sehingga mengurangi ruang gerak sendi, ankilosis fibrosa mengakibatkan
penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas. Secara
radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang.
Masalah keperawatan yang mungkin muncul
adalah nyeri, gangguan mobilitas fisik, gangguan bodi image, kurang perawatan
diri, risiko cedera, dan kurang pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymus, Artritis
Rematoid. (online). http:// www. naturindonesia. com/ artikel-berbagai-
penyakit- degeneratif/ 449-artritis-reumatoid-.html,
diakses tanggal 8 Oktober 2014 pukul 12.30
Anonymus, 2012. Makalah
Rematoid Artritis. (online). http://profesional-eagle. blogspot. Com
/2012/05/makalah- reumatoid- artritis-copast.html,
diakses tanggal 8 Oktober 2014 12.40
Anonymus, 2012. Asuhan
Keperawatan Rematoid Artritis. (online). http://www.
kapukonline.com/2012/01/askep-asuhankeperawatanrheumatoidarthri.html,
diakses tanggal 8 Oktober 2014 pukul 12.50
Kowalak. 2011. Buku
Ajar Patofisiologi. EGC : Jakarta.
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika :
Jakarta.
Nanda International (20013). Diagnosis
Keperawatan: definisi & Klasifikasi. Jakarta:EGC
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. EGC : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar